Gambar 1. Posisi Indonesia di Samudra Hindia
Letak geografis merupakan salah satu penentu masa depan dari suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Meski untuk sementara waktu sedang diacuhkan, kondisi geografis suatu negara akan menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global. Robert Kaplan menuturkan bahwa geografi secara luas akan menjadi determinan yang mempengaruhi berbagai peristiwa lebih dari pada yang pernah terjadi sebelumnya (Foreign Policy, May/June, 09). Di masa yang akan datang, keberadaan Indonesia akan dipengaruhi oleh kondisi dan letak geografisnya. Maka tata kelola sumber daya alam, wilayah perbatasan dan pertahanan yang mumpuni sangat diperlukan.
Karena letaknya yang strategis sejak dulu Indonesia telah menjadi arena perebutan pengaruh oleh pihak asing. Negara ini telah melalui beberapa periodisasi penguasaan dan perebutan pengaruh, mulai dari Portugal, Belanda, hingga Amerika Serikat dan Uni Soviet ketika Perang Dingin. Di masa mendatang tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kembali menjadi wilayah perebutan pengaruh oleh negara-negara besar. Hal ini bisa dilihat dengan kemunculan China sebagai hegemon baru di kawasan yang telah menggeser perimbangan kekuasaan sekaligus mengikis pengaruh Amerika di kawasan.
Menanggapi hal tersebut maka penting bagi Indonesia untuk bisa menentukan sikap dan kewenangan terkait pengelolaan wilayahnya. Hal ini sebagai perwujudan kekuatan Indonesia sehingga Indonesia bisa dipandang di mata dunia Internasional. Indonesia bisa memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya berupa wilayah maritim yang sangat luas untuk memulai langkah-langkah besar kebijakan maritim yang nantinya dapat menjadi poros maritim dunia. Kebijakan-kebijakan menyeluruh terkait pengelolaan, penjagaan, dan pemeliharaan wilayah maritim adalah hal yang krusial, melihat kondisi Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan yang dihubungkan oleh perairan yang beraneka ragam. Sebagai negara dengan wilayah maritim yang luas, Indonesia tentu memiliki banyak pedoman dan pertimbangan terkait pembuatan kebijakan maritim. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi lebih mumpuni dalam pembuatan kebijakan maritim di wilayahnya. Apalagi melihat kondisi perairan yang melingkupi wilayah Indonesia yang dalam hal ini bukan hanya perairan dangkal namun juga perairan dalam, serta melibatkan Samudra Hindia yang merupakan samudra terluas diurutan ketiga di dunia. Kebijakan maritim yang dibuat tentu akan mempertimbangkan juga struktur perairan dan kondisi kenampakan maritim itu sendiri.
Letak Indonesia di Samudra Hindia membuat Indonesia turut merasakan berbagai kondisi politik yang ada di Samudra Hindia. Samudera Hindia kini jadi sorotan, seiring dengan kenyataan bahwa pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad-20 telah mengalami pergeseran dari Poros Atlantik ke Poros Asia-Pasifik. Untuk pertama kalinya sejak permulaan abad ke-16, konsentrasi global perekonomian dunia tidak lagi ditemukan di Eropa, bukan juga Amerika, melainkan di Asia. Beberapa pemikir Geopolitik dari Eropa dan Amerika menyebut pergeseran ini sebagai ”the end of the Atlantic era”. Ini juga didukung oleh pandangan Robert D. Kaplan, dimana menurutnya fokus analisa geopolitik telah bergeser dari Eropa ke Asia. Hampir 70% total perdagangan dunia saat ini berlangsung diantara negara-negara di Asia-Pasifik. Sebagaimana diurai dalam keterangan-keterangan dalam 'World Fact Book CIA" bahwa Samudra Hindia adalah sebuah "major sea lane" yang dilintasi 90°/o barang-barang perdagangan dunia sebagai berikut :
“...The Indian Ocean is a critical waterway for global trade and commerce. This strategic expanse hosts heavy international maritime traffic that includes half of the world's containerized cargo, one third of its bulk cargo and two third of its oil shipment. Its waters carry heavy traffic of petroleum and petroleum products from the oilfields of the Persian Gulf and Indonesia, and contain an estimated 40% of the world's offshore oil production. The Ocean features four critically important access waterways facilitating international maritime trade - the Suez Canal in Egypt, Babel-Mandeb (bordering Djibouti and Yemen), Straits of Hormuz (bordering Iran and Oman), and Straits of Malacca (bordering Indonesia and Malaysia). These 'chokepoints' or narrow channels are critical to world oil trade as huge amounts of oil pass through them."
Dengan berkaca pada urgensi daripada Samudra Hindia sendiri maka Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi poros maritim dunia. Namun untuk itu bukan hanya potensi yang dibutuhkan, melainkan usaha yang keras dan kerja sama dari berbagai pihak penting untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Sumber :
Dale Walton, Geopolitics and the
Great Powers in the Twenty-First Century: Multipolarity and the Revolution in
Strategic Perspective, London: Routledge, 2007
Robert D. Kaplan, Center Stage
for the Twenty-first Century, Power Plays in the Indian Ocean
Kontestasi Politik Di Samudera
Hindia. http://geostrategicpassion.blogspot.com/2011/08/kontestasi-politik-di-samudera-hindia.html